Laman

Sabtu, 15 Februari 2014

Demi engkau, Sang Pujaan (yang kutahu takkan membaca tulisan ini)

Aku meminta kamu, membaca tulisanku kali ini sambil mendengarkan lagu Taylor Swift - Sad Beautiful Tragic yang di bawah ini.



Selamat berduka, jiwa. Salam dari hati yang tak pernah dilirik olehnya.

Kau tak perlu tahu seberapa susahnya payung menahan derasnya hujan hanya untuk melindungi seseorang atau bahkan dua orang dibawahnya. Kau tak perlu tahu seberapa susahnya aku menahan rasa ini bertahun-tahun hanya untukmu. Engkau yang bersamanya. Dan engkau yang tak pernah peduli akan perasaanku.

Kau tak perlu tahu seberapa sulitnya seorang remaja yang bergengsi tinggi hanya untuk mengucapkan kata sayang kepada kedua orangtuanya. Kau tak perlu tahu aku sudah menyiapkan berbagai macam cara demi mengucapkan kata yang sulit untuk diucap itu. Namun kau selalu tahu bahwa aku tak pernah berucapkan itu.

Kali ini kau tentu tahu bagaimana rasanya menanti di persimpangan selama mungkin dan seorang diri. Akulah orang itu.

Aku yang tahu bahwa kau tak pernah suka membaca tulisan seperti ini, tak perlu khawatir karna aku tahu kau tak mungkin membacanya. Aku berani bersumpah atas petir yang selalu menyambar kasar, atas janji yang diingkari Adam saat di surga, atas dosa-dosa yang selama ini aku dapat bahwa kau takkan tahu bahwa aku menulis ini. Bahkan kau takkan pernah tahu aku menulis ini untukmu.

Berkali-kali aku menulis, berkali-kali pula aku hapus. Begitu seterusnya. Dilema ini takkan ada habisnya, karna engkau tetap jadi sang tokoh utama. Rasanya tangan mungil ini tak mau berhenti menulis kekaguman atas makhluk Tuhan  yang bernama kamu. Rasanya aku tak tahu lagi bagaimana caranya merangkai kata demi memuja dirimu.

Suatu saat nanti, akan ada masanya dimana engkau akan tak kenal rupaku. Akan ada masanya dimana engkau lupa segala tentangku. Namun aku sebaliknya, semakin merindu.

Aku lelah tidur dalam nyata. Bermimpi ria engkau di dalamnya, berandai-andai engkau seutuhnya, lalu terbangun tanpa engkau di sana.

Aku lelah berpura-pura dalam drama yang kubuat. Membiarkanmu menganggapku seperlumu, berdiam diri dan selalu menunggu, lalu menangis karna kau tak juga menoleh ke arahku.

Aku akan selalu disini, di persimpangan sambil melongok ke berbagai arah demi menunggumu menjemputku. Berpayung jingga dan sepucuk surat merah muda. Payung yang kuyakin siap menahan derasnya hujan dan petir yang menyambar kasar. Dan sepucuk surat yang kau akan tahu isinya. Ya, ungkapan rasa karna kau tahu aku tak sanggup berkata.

Dengan cinta,


Aku yang menanti.

2 komentar:

  1. Ini dari hati banget ya kayaknya. Sabar yaaa. :3

    BalasHapus
  2. Nulisnya sih iya dari hati, tapi bukan sepenuhnya kisah aku kok bang ._.

    BalasHapus