Aku menangis, saat Mama
melahirkanku. Tepat pukul 14.00 aku berada di dunia. Di kalender usang tahun
1997-an, aku mulai bernafas pada tanggal 28 januari.
Aku
tak tahu apa yang terjadi pada wanita yang telah merelakan segalanya padaku
ini. Yang kulakukan hanyalah mulai berinteraksi dengan dunia yang baru, dunia
yang ‘fana’ ini.
Mama,
maafkan aku yang pernah nakal di dalam perutmu. Aku rasa aku pernah tidak bisa
diam saat itu, aku pernah menuntut makanan lebih padamu, bahkan aku pernah
meminta sesuatu yang tidak tepat. Maaf, Ma…
Kini
aku harus mandiri, aku tak perlu lagi meminta oksigen yang kau hirup karna aku
sudah bisa bernafas. Aku tak perlu lagi mengambil jatah makananmu saat aku
dalam perutmu… Aku bisa sendiri, Ma… Aku bisa. Eh, tidak! Tidak! Aku butuh
susu! Aku butuh susu sekarang! Mama aku hauuuuusss!!
Maaf
Mama, aku rasa aku belum bisa mandiri. Aku masih butuh belaianmu, mungkin aku
masih ingin ‘membuatmu sibuk’. ‘Menyusahkanmu’ itu bukan mauku, tapi kebutuhanku.
Maafkan
aku, Ma. Kau tentu tau maksudku. Kau selalu ada, kaulah yang paling cepat tanggap
atas sesuatu yang terjadi padaku. Dan hebatnya kau tak pernah lelah.
Lambat
laun aku menjadi balita. Mama selalu mengajariku banyak hal pada saat itu. Aku
diajarkan berdiri, berjalan, lalu berlari. Mama selalu memakaikanku pakaian
berwarna merah muda –warna kesukaanku-. Dan aku selalu merasa bahagia saat
mengenakannya. Ah.. kurasa mama akan selalu seperti itu. Selalu
membahagiakanku.
Saat
aku di Sekolah Dasar, kudapati foto aku sedang berdua bersama temanku –aku lupa
namanya- sedang mengenakan seragam kebanggaan pada waktu di Taman Kanak-kanak.
Bahkan aku lupa aku pernah difoto kala itu.
Kini
aku sudah beranjak remaja, aku sudah menstruasi dan pernah pacaran. Mama pasti
marah jika tahu aku pernah pacaran, hehe.
Saat
aku menulis ini, ini merupakan detik-detik umurku menjelang 17 tahun. Aku
semakin sadar bahwa umurku semakin memendek. Maka aku harus segera menjadi
dewasa. Sempat terfikirkan bahwa menjadi dewasa itu terlihat enak, bebas, dan
tak perlu diatur-atur lagi.
Perasaan
itu membuatku tak sabar sekaligus takut. Tak sabar karna tak ingin dianggap anak
kecil lagi. Tapi takut juga karna menjadi dewasa itu mempunyai berbagai masalah
yang berbeda.
Mau
tak mau, aku harus bersikap dewasa. Menghapus semua sifat burukku dan
mempertahankan sifat baikku.
Ampuni
aku, Tuhan… Aku tau umurku akan
berkurang. Dan kuakui aku sungguh takut akan kebesaranMu. Aku takut aku tak
bisa bahagiakan Mama, juga Ayah. Aku takut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar