Laman

Kamis, 16 Januari 2014

Maaf, Aku Terlahir Sebagai Duri

Suatu ketika aku sedang berbincang bersama teman-temanku. Kami tertawa bersama. Sampai saatnya aku berbicara sesuatu diluar kehendakku. Kau tau? Temanku tersindir. Ia sakit hati. Kami bermusuhan. Aku pun mulai merasa….  Aku terlahir sebagai duri.
Di waktu lain, aku tidak  melakukan apa-apa, tapi dituduh melakukan apa-apa. Fitnah besar!!! Semua orang menyalahiku. Tidak percaya padaku. Terkecuali orang tuaku. Nama baikku hilang, aku menangis sejadi-jadinya. Rasanya ingin mati saja. Maaf…. Aku terlahir sebagai duri.
Seseorang yang aku suka mendekatiu. Kami hampir ‘jadian’. Namun ia mesti mengikuti karantina untuk melanjutkan studi ke Jerman. Aku mengirimi sms ‘Jaga kesehatan ya, jangan lupa shalat. Baik-baik disana’ setiap hari. Namun tak ada balasan dikarenakan ia tidak diperbolehkan menggunakan alat komunikasi. Aku terkejut, ketika ia membaalas pesanku. Tapi senang juga. Esoknya ia memberi kabar buruk padaku. Ia ketahuan!! Aku menangis… Ya Tuhan…. Ini memang salahku.
Apa aku memang terlahir untuk menjadi duri? Malapetaka selalu menghampiriku.
Satu kalimat dari seorang hina: Maaf, jangan dekati aku.

1 komentar: