Aku adalah temanmu, sedari dulu.
Aku yang selalu tertawa bersamamu saat kita semua kumpul
bersama. Aku yang terkadang mencubit lenganmu sambil tertawa saat kau jahil
menggoda teman kita. Aku yang selalu bersandar dibahumu saat aku terlalu lelah
tertawa. Akulah yang selalu memperhatikanmu.
Sadarkah kau,
banyak momen-momen yang sering kita lalui bersama? Sewaktu mengerjakan tugas
kelompok, sewaktu bermain berkumpul bersama teman-teman, dan juga masih banyak
yang lainnya.
Semakin banyak
pertemuan dan percakapan yang kita lakukan, semakin besar pula rasa penasaranku
padamu. Kadang aku tertawa sambil mencuri-curi pandangan kepadamu. Kadang aku
sengaja duduk berseberangan denganmu agar bisa memperhatikanmu, kadang pula aku
sengaja berada tepat disampingmu hanya untuk sekedar bersandar dibahumu
sekaligus mencium aroma parfum dari tubuhmu.
Semakin besar
rasa penasaranku, semakin besar pula rasa kagumku terhadapmu. Kau begitu
memukau, kau begitu terlihat keren, kau begitu segalanya.. Dan aku rasa aku
mulai mencintaimu.
Aku yang sadar
kalau kita hanya bisa berteman, aku yang sadar kalau kita tak bisa menjadi
lebih dari seorang teman, merasa bersalah karna sudah dengan lancangnya berani
mengagumimu. Bahkan mencintaimu.
Namun aku sangat
kagum terhadapmu yang pernah sedikit berbincang dengan ayahku saat kau
mengantarku pulang. Tahukah kau? Saat kau pulang, aku dengan gugupnya bercerita
pada ayah bahwa kaulah orang yang selama ini bersamaku, dan hanya kaulah orang
yang selama ini membuatku merasa nyaman.
Sebelum aku
bertanya maukah kau datang lagi kerumahku untuk melamarku di suatu hari kelak,
aku ingin menanyakan suatu hal untuk memastikan semuanya. Apakah kau mempunyai
rasa yang sama seperti yang kurasakan? Apakah kau merindukanku juga? Apakah kau
pernah memperhatikanku?
Aku ingin
mencintaimu dengan benar, aku ingin memilikimu dengan sepenuh hatimu. Aku ingin
kau mencintaiku dengan ikhlas. Meski aku tak peduli pada semua teman kita lagi,
meski status sahabat ini sudah berubah menjadi cinta, aku tak peduli.
Ya, aku memang
egois, ingin permintaan mustahilku itu terkabul. Namun salahkah aku? Sudah
kubilang aku ingin mencintaimu dengan benar. Aku tak ingin ada rahasia.
Aku tak ingin
kita berpacaran, aku tak ingin melakukan apa yang dilarang oleh Tuhanku itu
bersamamu. Aku hanya ingin berTa’aruf bersamamu. Meski berbeda tipis dengan
berpacaran, namun agamaku mengajarkan ta’aruf itu harus dimulai dengan
berkenalan pada orangtua terlebih dahulu, dan melaksanakannya berdasarkan pengawasan
orangtua kita. Aku ingin mencintaimu dengan benar..
Lantas, maukah
kau berta’aruf bersamaku?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar